Industri hilir kelapa
sawit mulai berkontribusi pada upaya global pengurangan emisi gas rumah kaca
(GRK) menuju Net Zero Emission (NZE). Salah satu perubahan tren konsumsi
global adalah kecenderungan memilih green products dari green
industry yang ditandai dengan proses produksi yang responsible,
sustainable dan traceable. Aspek sustainability
(keberlanjutan) pada industri hilir kelapa sawit tidak hanya dimaknai dari
produk yang berwawasan lingkungan, namun meluas ke aspek responsibility
terhadap kehidupan masyarakat sepanjang rantai pasoknya.
“Ke depan, kami
memprediksi bahwa aspek bangkitan emisi GRK dari proses produksi industri hilir
kelapa sawit juga akan menjadi pertimbangan konsumen untuk memilih produk hilir
kelapa sawit dengan net emission index yang rendah,” ujar Direktur
Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika, dalam sambutannya saat mewakili
Menteri Perindustrian pada Pekan Riset Sawit Indonesia (Perisai) 2023 di
Surabaya, Rabu (25/10).
Sebagai induk industri
kelapa sawit, industri agro tercatat tumbuh 3,78% pada Triwulan III – 2023 (year
on year) dengan kontribusi terhadap PDB sektor non-migas mencapai 50,87%.
Sementara industri kelapa sawit sendiri menduduki peringkat pertama dalam
kontribusi pertumbuhan sektor industri agro, sehingga Pemerintah menempatkan
industri kelapa sawit sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional.
Produksi bahan baku
CPO/CPKO Indonesia sampai dengan akhir tahun 2022 mencapai 51,2 Juta Ton,
mendukung ketersediaan bahan baku industri pengolahan kelapa sawit nasional.
Hilirisasi industri kelapa sawit masih menjadi tema besar pengembangan sektor
perkelapasawitan, dengan indikatornya yakni ragam jenis produk hilir dan rasio
volume ekspor bahan baku CPO/CPKO versus produk olahan.
“Saat ini kami mencatat
terdapat sekitar 179 (seratus tujuh puluh sembilan) ragam jenis produk hilir
sawit, dan sekitar 90%-volume ekspor berupa produk hilir, hanya sekitar
10%-volume ekspor berupa bahan baku CPO/CPKO,” lanjut Putu.
Indonesia sebagai negara
produsen terbesar komoditas kelapa sawit dapat menjadi champion program
dekarbonisasi melalui penggunaan produk hilir sawit secara masif di dalam
negeri. Upaya tersebut juga berfungsi sebagai wahana demand management,
sehingga menjaga harga CPO internasional dan mempertahankan harga jual tandan buah segar (TBS) di tingkat petani rakyat (smallholder)
pada tingkat yang remuneratif. Program mandatory biodiesel selama 8 (delapan)
tahun terakhir, saat ini sebesar 35% (B35) adalah contoh konkretnya.
“Oleh karena itu, kami
mengharapkan para pelaku usaha industri dapat berkolaborasi dengan para pelaku
riset/inovasi pengembang teknologi dalam negeri dalam hal mengkomunikasikan
benefit program hilirisasi industri termasuk program mandatory biodiesel 35%
(B35) ini terhadap upaya dekarbonisasi nasional, sehingga mendukung aspek
pro-environment industri hilir,” jelas Putu.
Strategi
konkret program dekarbonisasi untuk mencapai Net Zero Emission di sektor
industri kelapa sawit berikutnya adalah menginjeksi teknologi produk/proses
produksi yang ramah emisi GRK. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedang
menginisiasi introduksi teknologi baru produksi Minyak Sawit Mentah tanpa
perebusan (sterilisasi) dengan SPOT (Steamless Palm Oil Technology).
Penurunan emisi GRK berasal dari penggunaan steam yang lebih hemat,
nihil limbah cair POME, dan efisiensi proses produksi komprehensif dan
intensif.
“SPOT
mampu menurunkan emisi GRK sekitar 20,84% dari pabrik kelapa sawit (PKS)
konvensional berkapasitas sama; yaitu 1.296,1 kgCO2 eq/ton CPO pada PKS biasa
menjadi 1.026,4 kgCO2 eq/ton produk PMO (Palm Mesocarp Oil),” papar
Putu.
Selain
itu, Kemenperin juga mendukung implementasi circular economy melalui
pemanfaatan limbah industri agro menjadi produk akhir (from cradle to cradle).
“Kami
mendukung penggunaan minyak nabati technical grade antara lain UCO
(Used Cooking Oil), POME (Palm Oil Mill Effluent), PAO (Palm
Acid Oil) dan sebagainya, sebagai bahan baku drop in biofuel,”
terang Putu.
Di
Uni Eropa, biofuel yang dihasilkan dari minyak technical/minyak limbah
mempunyai net emission index mendekati nol dapat diberikan insentif premium
price untuk produk HVO (Hydrotreated 7 Vegetable Oil) bagi bahan bakar
mesin diesel dan SAF (Sustainable Aviation Fuel) untuk bahan bakar mesin
jet.
Melalui
kegiatan Perisai 2023 ini, diharapkan menjadi wahana implementasi riset pada
skala komersial, baik berupa inovasi produk maupun proses produksi industri
hilir kelapa sawit. Beberapa judul riset yang akan dipaparkan dalam acara ini
juga sangat relevan dengan dukungan pada upaya dekarbonisasi mencapai Net Zero
Emission tahun 2050.
“Jadi Bapak Menteri
Perindustrian telah menetapkan bahwa untuk sektor industri itu 10 tahun lebih
awal (2050) daripada yang ditentukan (2060),” tutup Putu.