Indonesia termasuk ke dalam 10 negara terbesar eksportir produk
perikanan dalam kaleng di dunia. Industri pengalengan
ikan merupakan industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja hingga
29.500 orang dengan pemasaran berkisar 60-80% yang berorientasi ekspor.
“Terdapat 70 industri pengalengan
ikan skala besar dengan produksi pada tahun 2022 mencapai 308.000 ton”, ujar
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, di Banyuwangi dalam rangka
pelepasan ekspor ikan kaleng CV. Pasific Harvest,
Kamis (19/10).
CV. Pasific Harvest merupakan salah satu
industri pengalengan ikan yang memproduksi ikan sarden dan tuna dengan kapasitas produksi sebesar 24.000 ton/tahun dan
persentase ekspor sebesar 65% - 80%. Dalam hal mendukung ekonomi nasional, CV. Pasific Harvest telah
melakukan peningkatan produksi serta perluasan jangkauan ekspor dengan
mengoptimalkan sumber daya manusia (SDM) lokal. Bahkan menyerap tenaga kerja dari
warga sekitar pabrik sebanyak 5000 orang.
“Hal
ini tentunya bisa
membawa angin segar pada sektor industri manufaktur dan berdampak positif bagi
peningkatan perekonomian Indonesia,”
lanjut Agus.
Sebelumnya, CV. Pasific Harvest secara rutin mengekspor produk
ikan kaleng ke negara-negara Asia dan Afrika. Kali ini pelepasan
ekspor bertujuan ke Jerman dengan
nilai kontrak 2,2 juta US Dollar, yang terdiri dari 12 kontainer ikan sarden
dan 18 kontainer ikan tuna. Menurut Agus, pengiriman produk
pengalengan ikan dari Indonesia ke negara-negara tersebut menunjukkan bahwa
produk industri nasional mampu bersaing dan dapat memenuhi persyaratan mutu
yang ketat di Eropa dan negara-negara lain.
“Karena untuk bisa tembus ke Jerman
saja itu tidak mudah, mereka punya standar yang sangat tinggi. Apalagi, standar
di sektor makanan,” terangnya.
Guna mendukung
peningkatan ekspor industri pengalengan ikan, lanjut Agus, pemerintah telah
menggulirkan berbagai kebijakan strategis baik dari sisi suplai maupun
permintaan, antara lain berupa jaminan ketersediaan bahan baku, peningkatan
daya saing dan produktivitas industri, perluasan akses pasar, serta pengurangan
hambatan perdagangan.
“Selain itu,
industri ini juga membutuhkan adanya ketersediaan kaleng. Peluang ini yang
perlu diambil oleh industri dalam negeri untuk memproduksi kaleng sesuai
spesifikasi ke pasar ekspor, sehingga mutu ikan tetap terjaga. Saya yakin,
apabila ada bantuan atau fasilitasi dari pemerintah, kinerja ekspor dari
perusahaan pengalengan ikan akan bisa meningkat dua kali lipat,” imbuhnya.
Menperin berharap kegiatan pelepasan ekspor CV. Pasific Harvest dapat menginspirasi lebih banyak kepada pelaku industri
manufaktur di Indonesia untuk memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam upaya
menjalankan usahanya.
“Hal ini sesuai dengan tekad pemerintah dalam menciptakan
iklim usaha yang kondusif dengan menerbitkan berbagai program dan kebijakan
yang strategis,” tegasnya.
Neraca Perdagangan Mamin Terus Positif
Pada periode Januari – September 2023, ekspor industri
makanan dan minuman mencapai US$ 31,07 miliar, mengalami neraca perdagangan
yang positif bila dibandingkan dengan impor produk makanan dan minuman pada
periode yang sama.
“Neraca perdagangan mamin terus positif sebesar US$ 12 miliar”, ungkap Agus.
Di sisi lain, pada Triwulan II Tahun 2023, industri makanan
dan minuman mampu menarik investasi sebesar Rp 21,86 Triliun dan secara
keseluruhan menyerap tenaga kerja tidak kurang dari 5,7 juta orang.
Kinerja industri pengolahan non-migas
juga terus positif dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,56% di Triwulan II
2023 serta berkontribusi sebesar 16,30% terhadap PDB nasional. Peningkatan kinerja industri
manufaktur juga dapat dilihat dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang
menunjukkan terjadi ekspansi (> level 50) selama tahun 2023 di mana pada
Bulan September 2023 Indeks Kepercayaan Industri
(IKI) mencapai 52,51.