MILIKI PASAR YANG POTENSIAL, INDUSTRI KEMASAN TERUS BERINOVASI

Industri kemasan merupakan salah satu industri yang memiliki pertumbuhan pasar relatif tinggi. Saat ini jenis kemasan yang paling mendominasi industri kemasan secara global adalah kemasan flexible plastics sebesar 44%, paperboard sebesar 28% dan kemasan rigid plastic sebesar 14%.

 

Untuk pasar dalam negeri, produk industri kemasan juga masih cukup potensial. Hal ini berkaitan dengan industri manufaktur terutama industri makanan dan minuman. Tercatat sebanyak 70% produk kemasan diserap oleh industri makanan dan minuman khususnya untuk kemasan produk pangan yang food grade. Kondisi ini membuka peluang besar bagi kertas kemasan seperti containerboard dan boxboard untuk digunakan pada produk pangan tersebut.

 

Sementara itu, pangsa pasar pencetakan kemasan global pada 2023 diperkirakan bernilai USD 375,05 miliar dan diperkirakan akan mencapai USD 552,10 miliar pada tahun 2028, dengan CAGR (Compounded Annual Growth Rate) sebesar 8,04% selama periode 2023 – 2028.

 

Pada tahun 2021 pertumbuhan industri kemasan di Indonesia hanya naik 3-4% dengan nilai produksi kemasan berkisar Rp 102-105 triliun,” terang Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika pada konferensi pers Pameran The  22nd All Pack Indonesia dan The 24th All Print Indonesia, di Gedung Kementerian Perindustrian Jakarta Selatan, Jumat (6/10).

 

Lebih lanjut, Putu menjelaskan bahwa hal ini dipengaruhi adanya pembatasan pandemi dan kenaikan harga bahan baku. Sedangkan di 2022, produksi kemasan lokal ditaksir tumbuh 5% dengan nilai produksi Rp 107,1-110,2 triliun. Dengan pertumbuhan yang ditargetkan hingga 6% pada 2023, nilai produksi kemasan diprediksi akan mencapai Rp 116,8 triliun di akhir tahun nanti.

 

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kemasan dan pencetakan adalah kemajuan teknologi pengemasan dan pencetakan, adanya tuntutan estetika serta meningkatnya permintaan terhadap kemasan inovatif dari segmen pengguna akhir, meningkatnya permintaan terhadap makanan dan minuman kemasan serta berkembangnya industri farmasi selama pandemi,” jelas Putu.

 

Peluang industri kemasan dan pencetakan untuk dapat terus meningkat tinggi sangat terbuka lebar. Hal ini dapat terjadi akibat dari meningkatnya transaksi e-commerce, meningkatnya jumlah start up produk serta pola perilaku masyarakat yang ingin serba cepat sehingga konsumen beralih pada makanan dan minuman kemasan.

 

“Selain itu meningkatnya preferensi konsumen terhadap ketahanan dan perlindungan produk dari kontaminan juga menjadi peluang yang harus dimanfaatkan oleh industri kemasan dan pencetakan dalam negeri,” lanjut Putu.

 

Selain itu pertumbuhan ekonomi digital dan industri Fast Moving Consumer Good (FCMG) merupakan salah satu momentum emas untuk menggenjot laju bisnis industri pengemasan dan pencetakan. Pertumbuhan di sektor bisnis ini akan memicu permintaan produk kemasan cetak.

 

Namun dengan potensi pertumbuhan pasar yang tinggi, diversifikasi serta inovasi kemasan yang menuju kepada pengemasan ramah lingkungan tetap harus diperhatikan. Hal ini diperlukan sebagai upaya mengembangkan bisnis berkelanjutan serta memangkas volume sampah kemasan.

 

Putu juga berharap melalui kegiatan  Pameran The  22nd All Pack Indonesia dan The 24th All Print Indonesia diharapkan dapat mendorong para pengusaha di bidang industri pulp dan kertas, industri kemasan serta industri pencetakan dan grafika dalam negeri untuk dapat bersinergi.

 

Semoga (Pameran The  22nd All Pack Indonesia dan The 24th All Print Indonesia) dapat menghasilkan kesepakatan bisnis terbaik serta dapat mengenal dan mampu memanfaatkan teknologi yang efisien dan dapat menghasilkan produk-produk yang berdaya saing tinggi serta memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional,” tutup Putu.