Oleh
: Arief Aditriandi M (Pembina Industri, Direktorat Jenderal Industri Agro)
Walaupun Angka harapan hidup di Indonesia meningkat,
tetapi angka penderita PTM (Penyakit Tidak Menular) juga meningkat. Pembangunan
ekonomi yang meningkat mengakibatkan peningkatan kelebihan berat badan yang
cukup besar. Kelebihan berat badan bukan saja terjadi pada orang dewasa juga
pada anak, yang tentunya mengakibatkan peningkatkan resiko terhadap PTM.
Pembangunan ekonomi Indonesia yang meningkat telah
menyebabkan tumbuh kelompok menengah keatas di dearah perkotaan yang cukup
besar. Kegemukan, akses yang lebih baik ke faskes primer, dan perbaikan lainnya
dan meningkatkan harapan hidup, ternyata berkaitan meningkatkan risiko penyakit
tidak menular. Populasi pekerja bertambah, berarti semakin banyak orang yang
menghabiskan waktu di jalan, daripada menyiapkan masakan. Akibatnya makanan
cepat saji yang banyak dikomsumsi masyarakat, yang umumnya tinggi karbohidratnya
dan lemaknya.
Gambar
1: Kelebihan berat badan di ASEAN (dalam %) pada tahun 2016 (Sumber : WHO GHO
data repository 2016)
Menurut riset kesehatan dasar pada tahun 2013,
sebanyak 53,1% masyarakat Indonesia mengkonsumsi gula berlebih, 26,2%
mengkonsumsi garam berlebih dan 40,7% mengkonsumsi lemak berlebih. Akibat dari
konsumsi gula, garam dan lemak/minyak berlebih yang paling fatal adalah
menyebabkan penumpukan radikal bebas pada tubuh. Radikal bebas inilah yang
dapat menyebabkan kerusakan pada DNA dan mutasi gen serta pertumbuhan dan
perkembangan sel secara tidak wajar, sehingga muncul penyakit degeneratif
seperti stroke, kanker, diabetes.
Tingkat konsumsi gula, garam dan lemak berlebih
masyarakat Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh
gaya hidup masyarakat Indonesia sekarang yang terganggu oleh tersedianya
berbagai makanan siap saji dan siap olah, kebiasaan ngemil, kebiasan memasak
yang kurang sehat dan ketidak-tahuan tentang gizi yang menyebabkan masyarakat dihadapkan
pada pola makan yang tidak seimbang. Sebagian besarnya berasosiasi dengan
kelebihan gizi, kelebihan gizi ini timbul akibat kelebihan asupan makanan dan
minuman (mamin) yang mengandung gula, garam dan lemak/minyak berlebih.
Kementerian Kesehatan Indonesia menganjurkan
pembatasan konsumsi gula per orang seharinya adalah 50 g (4 sendok makan),
batasan garam per orang seharinya adalah 5 g (1 sendok teh) dan batasan
konsumsi lemak atau minyak per orang seharinya adalah 67 g (5 sendok makan).
Hal ini dicanangkan pada program Pedoman Gizi Seimbang. Hal ini selaras dengan
data bahwa 61,2% masyarakat dewasa muda tidak mengetahui mengenai Pedoman Gizi
Seimbang serta 71,6% tidak mengetahui batasan konsumsi gula, garam
Gambar 2. Infografik terkait penyakit PTM dan
hubungannya dengan biaya kesehatan (Sumber : katadata.co.id)
Pola konsumsi pangan yang belum beragam, bergizi
seimbang, dicerminkan oleh: tingginya konsumsi Gula, Garam dan Lemak (GGL),
Kurangnya konsumsi sayur dan buah, tingginya konsumsi beras, Tingginya konsumsi
makanan “gorengan”, rendahnya konsumsi serat (sayur, buah dan umbi-umbian), dan
tingginya konsumsi makanan dan minuman jadi, serta makanan siap saji (tinggi kandungan GGL; penggunaan BTP
(pemanis, pewarna, penyedap), pengawet.
Peran Kemenperin dan Ditjen Industri Agro
Kemenperin mempunyai peran dalam mendukung
standarisasi industri guna untuk mencapai pangan yang lebih sehat. Beberapa
peran tersebut antara lain:
• Menetapkan
kebijakan umum standardisasi industri;
• Menetapkan
kebijakan dan prosedur pembentukan dan pemberlakuan standar industri;
• Menetapkan
kebijakan pelaksanaan standar melalui penetapan dan pembinaan Lembaga
Sertifikasi Produk (LSPro);
• Menetapkan
kebijakan pengawasan dan pengendalian pemberlakuan standar industri;
• Melaksanakan
penyusunan kebijakan teknis, koordinasi, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan di bidang pengawasan dan pengendalian standardisasi industri dan
pengawasan lembaga penilaian kesesuaian serta pembinaan penyidik pegawai negeri
sipil dan petugas pengawas standar industri;
• Melaksanakan
penyusunan kebijakan teknis, koordinasi, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan di bidang perumusan, penerapan, pemberlakuan, dan pengembangan
standardisasi industri; dan
• Melakukan
pembinaan sektoral industri, termasuk industri agro dalam hal standardisasi
produk industri berupa fasilitasi penyusunan standar industri yang dibutuhkan
oleh sektor binaan.
Kemenperin dalam hal ini Ditjen Industri Agro juga
aktif mengikuti forum di ASEAN yang membahas regulasi pangan diantaranya : ASEAN
MRA in Inspection and Certification of Food Hygiene
(mengidentifikasi bidang spesifik MRA untuk produk pangan olahan), ASEAN Food
Safety Network (mencapai transparansi di bidang regulasi di antara negara
anggota ASEAN), ASEAN Food Reference Lab (meningkatkan infrastruktur
teknis untuk pangan olahan) dan harmonisasi standar (memperkuat standar
keamanan pangan untuk produk pangan olahan).
Gambar 3 : Struktur ASEAN Consultative Committee
For Standards And Quality, Ditjen Industri Agro menjadi koordinator dalam Prepared
Foodstuff Product Working Group (PFPWG)
Selain mengikuti berbagai forum internasional di level
ASEAN, Ditjen Industri Agro juga melakukan formulasi kebijakan untuk mendukung
makanan dan minuman sehat di Indonesia melalui perumusan SNI wajib yang beredar
di Indonesia. Sejauh ini telah ada 7 SNI wajib yang telah dirumuskan Ditjen
Industri Agro bersama instansi terkait. Ketujuh SNI wajib tersebut adalah SNI Kertas
Dan Karton Untuk Kemasan Pangan, SNI Gula Kristal Rafinasi, SNI Tepung Terigu
Sebagai Bahan Makanan, SNI Minyak Goreng Sawit, SNI Kakao Bubuk, SNI Kopi
Instan, dan SNI Air Mineral, Air Minum Embun, Air Mineral Alami, dan Air
Demineral.
Untuk SNI Kertas dan karton untuk kemasan pangan
dengan Nomor SNI 8218:2015 dan diatur dalam Permenperin 20/2020, concern
kesehatan dalam SNI ini adalah telah lulus uji parameter yang terkait K3L yaitu
kandungan logam berat, kandungan formaldehid, kandungan pentaklorofenol,
migrasi total dan migrasi senyawa ftalat. Untuk SNI Gula kristal rafinasi Nomor SNI 01-3140.2:2011
dan diatur dalam Permenperin 83/2008, terdapat perhatian dalam batas cemaran
tembaga maks 2,0 mg/kg, arsen 1,0 mg/kg, dan timbal maks 2,0 mg/kg untuk
menjaga kesehatan Masyarakat Indonesia.
Untuk SNI Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan dengan
Nomor SNI 3751:2018 dan diatur dalam Permenperin 1/2021, isu kesehatan pangan
dalam SNI adanya fortifikasi pangan melalui penambahan Fe, Zn, Vitamin B1.
Vitamin B2, dan asam folat dalam rangka mengurangi stunting. Sedangkan SNI Minyak
Goreng Sawit dengan Nomor SNI 7709:2019 termuat dalam aturan Permenperin
46/2019, diatur tentang fortifikasi pangan melalui penambahan vitamin A
dan/atau provitamin A dalam rangka mengurangi stunting.
Untuk SNI Kakao Bubuk dengan Nomor SNI 3747:2013 dan
Permenperin 60/2010, memiliki batas kadar air maks 5%, kadar cemaran logam
seperti timbal maks 2,0 mg/kg, kadmium maks 1,0 mg/kg, dan timah maks 40 mg/kg.
Untuk SNI Kopi Instan yang memiliki Nomor SNI 2983:2014 dan diatur di
Permenperin 3/2016, concern kesehatannya adalah Memiliki batas kadar
total glukosa maksimal 2,46%, cemaran logam seperti timbal maksimal 2,0 mg/kg;
serta merkuri maksimal 0,03 mg/kg.
SNI wajib terakhir yang dimiliki oleh Ditjen Industri
Agro adalah SNI Air Mineral (3553:2015), Air Minum Embun (7812:2013), Air
Mineral Alami (6242:2015), dan Air Demineral (6241:2015). SNI ini tertuang di
Permenperin 26/2019. Beberapa concern mengapa diwajibkan SNI-SNI ini
adalah kandungan Besi (Fe) ditentukan maksimal 0,1 mg/L dan Timbal (Pb)
maksimal 0,005 mg/L selain itu tidak berbau, rasa normal, dan warna maksimal 5
Unit Pt-Co; serta kekeruhan maksimal 1,5 NTU. Adapun tantangan pelaksanaan
kebijakan SNI wajib diantaranya pemberlakuan SNI wajib bersifat menyeluruh dan
tidak bisa parsial, sehingga dalam penerapannya perlu mempertimbangkan
kemampuan industri kecil menengah di dalam negeri dan keterbatasan
infrastruktur dan SDM dalam melakukan pengawasan produk impor.