Sumber
Gambar: petaniporang.id
Oleh : Laudetta Dianne F (Direktorat Jenderal Industri Agro)
Umbi porang merupakan
tanaman penghasil umbi yang telah lama dikenal di Indonesia namun belum banyak dimanfaatkan.
Tamanan ini adalah tumbuhan semak herbal yang berumbi dalam tanah dan
seringkali dapat ditemukan di kawasan hutan di Indonesia. Pada umumnya, porang dapat
tumbuh secara liar di mana saja seperti di hutan, di bawah rumpun bambu, di
semak belukar, di lereng-lereng gunung, hingga di sawah. Di Sulawesi, bahkan umbi
Konjac banyak ditemukan tumbuh di atas batu. Di jawa, umbi Konjac dikenal
dengan nama iles-iles atau suweg, sementara di Sulawesi Selatan
dikenal dengan nama tire.
Umbi
porang atau umbi Konjac ini dikenal dengan nama binomial Amorphophallus
Konjac, merupakan sumber bahan baku glukomanan. Glukomanan ini berguna sebagai bahan makanan
dan obat serta bahan baku industri. Spesies yang biasa digunakan untuk bahan
baku glukomanan adalah Amorphophallus Oncophyllus dan Amorphophallus Muelleri.
Kandungan dalam Porang:
Iles-iles
memiliki kandungan zat gizi yang tinggi salah satunya adalah glukomanan, dengan
basis kering yaitu sebesar 45-65%. Glukomanan merupakan sebuah zat dalam bentuk
gula kompleks dan serat larut yang dalam penggunaan di bidang makanan mempunyai
daya serap air yang sangat baik, merupakan salah satu serat makanan yang paling
kental sehingga memberikan efek gel, dapat digunakan untuk pengikatan,
penebalan, pengganti pengawet, dan pengganti lemak.
Umbi porang juga
mengandung zat kimia bernama kalsium oksalat yang menjadi kendala dalam
pengolahannya. Senyawa ini berupa kristal berbentuk jarum tajam yang menanamkan
diri dalam jaringan sehingga dapat menyebabkan sakit luar biasa. Oksalat
bersama dengan mineral kalsium dalam tubuh manusia dapat membentuk senyawa yang
tidak larut sehingga tidak dapat diserap tubuh. Kalsium oksalat sebagai
penyebab sekitar 80 persen penyakit batu ginjal pada orang dewasa. Kandungan
kalsium oksalat dalam serpih porang sebagai bahan baku dipersyaratkan untuk
mutu I, mutu II, dan mutu III secara berturut-turut minimal 30 mg/100g, 40
mg/100g, 50 mg/100g.
Proses Pengolahan Porang
Sejak 2021, Indonesia
mulai menggunakan teknologi yang lebih modern dalam pengolahan porang. Mulai
dari proses sertifikasi lahan, pencucian, pengeringan, pemotongan, hingga
pengolahan hingga menghasilkan tepung porang. Sekarang, lahan-lahan masyarakat
telah tersertifikasi Good Agricultural Programme (GAP). Hal ini
dilakukan untuk menjamin kualitas umbi yang dihasilkan dan memudahkan dalam
melakukan pelacakan (traceability) bahan baku.
Umbi-umbi dari petani
akan dipilah terlebih dahulu untuk mendapatkan umbi yang memenuhi sepesifikasi
minimum. Setelah itu umbi dicuci lebih lanjut dengan menggunakan air yang telah
difiltrasi menggunakan sistem UV yang tersertifikasi HACCP. Umbi yang telah
dibersihkan kemudian dikuliti terlebih dahulu sebelum dilanjutkan untuk
dilakukan pemotongan. Umbi Porang yang telah dibersihkan siap untuk dijadikan chips
dengan ukuran ketebalan 0.2 hingga 0.5 cm. Setelah dipotong-potong, chips
porang yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke oven untuk proses pengeringan.
Sistem pengeringan ini menggunakan teknologi 7 layer/lapis yang dapat
menghasilkan chips dengan kualitas optimum. Chips yang telah
kering kemudian sebagian akan dibungkus sebagai produk akhir yang siap dijual
atau diekspor. Sedangan sebgaian chips lainnya akan diolah menjadi
tepung porang.
Proses pembuatan tepung
dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama adalah penggilingan (grinding)
dan tahap kedua adalah pemurnian kering glukomanan tepung porang. Mesin yang
dalam proses ini merupakan mesin yang telah berkualitas tinggi dan digunakan
oleh industri internasional. Tepung yang telah diolah kemudian dimasukkan ke
karung dengan pembungkusan yang sesuai dengan sertifikasi standar GACC dan
HCCP.
Seluruh proses pengolahan
porang, baik untuk menghasilkan chip/serpih maupun tepung porang ini
selalu dijaga kualitasnya agar bisa menghasilkan produk yang terbaik. Hasilnya,
sebelum tahun 2022, teknologi pengolahan porang masih sebatas produksi chips
porang 90% dan 10% glukomanan 75% (mekanis). Hingga tahun 2023, perkembangan
teknologi telah berhasil memproduksi tepung glukomanan 90% (teknologi mekanis –
fisis).
Chip/Serpih
Porang
Chip
porang atau serpih porang didefinisikan sebagai rajangan umbi porang yang
matang secara fisiologis dan telah dikeringkan. Pembuatannya dengan cara
pengeringan umbi porang, pencucian, perajangan dan pengeringan serpih porang.
Persyaratan umum untuk mutu serpih porang adalah ketebalan maksimum 3 mm,
bersih dan bebas dari kotoran, dengan kadar air sekitar 10%.
Persyaratan mutu serpih
porang berdasarkan SNI 7939:2020 Serpih porang (Amorphophallus muelleri Blume)
sebagai bahan baku.
Parameter |
Satuan |
Kelas mutu |
||
I |
II |
III |
||
Visual: Warna Jamur (per 1 kg contoh uji) |
- - |
Kekuningan Tidak diperkenankan |
Kuning keabuan Maksimal 25% |
Kuning kehitaman Maksimal 25% |
Kadar air |
% |
≤12 |
>12 - ≤15 |
>15 |
Kadar glukomanan |
% |
≥35 |
20 - <35 |
15 - <20 |
Kadar abu |
% |
≤4 |
>4 - 5 |
>5 – 6,5 |
Kalsium oksalat |
mg/100 g |
Maksimal 30 |
Maksimal 40 |
Maksimal 50 |
Cemaran logam As Pb Hg Cd |
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg |
Maksimal 0,25 Maksimal 0,25 Maksimal 0,03 Maksimal 0,05 |
Tepung Porang/Glucomannan
Powder
Tepung porang (konjac
powder) adalah chip porang yang dihaluskan dan diturunkan kandungan
kalsium oksalatnya. Tepung glukomanan (secara komersial disebut tepung konjac)
adalah serat pangan larut air yang dapat diperoleh secara alami dari umbi
porang (Amorphophallus oncophyllus). Kadar glukomanan pada tepung konjac
60-90%. Bahkan, produk glukomanan termasuk “Top 10 Health Food”.
Glukomanan adalah
polisakarida yang terdiri dari unit manosa dan glukosa dengan ikatan β-1,4
dengan beberapa gugus asetil. Tepung konjac komersial secara garis besar
terbagi atas common konjac flour dan purified konjac flour. Common
konjac flour mengandung kadar glukomanan 60 – 70%, terbagi atas 3 grade
yaitu top grade, first grade, dan second grade. Purified
konjac flour kandungan glukomanannya 85 – 90%, terbagi atas 2 grade, top
grade dan first grade.
Tabel 2. Persyaratan
mutu tepung konjac komersial
a.
Tepung glukomanan 60-70% = common konjac flour
-
Bentuk: Butiran, tanpa
gumpalan
-
Bau: sedikit bau amis
konjac dan sulfur
-
Warna:
(i)
Kelas common konjac
fine flour (Top grade): putih
(ii)
Kelas common konjac
particulate flour
First grade: putih dengan jejak butiran coklat.
Second grade: putih atau kuning, dengan sedikit butiran coklat atau
gelap
b.
Tepung glukomanan 85-90% = Purified konjac
flour
-
Bentuk: Butiran, tanpa
gumpalan
-
Bau: sedikit bau amis
konjac dan alkohol
-
Warna: Putih
-
Terdiri atas 2 kelas
yaitu
(i)
Purified konjac fine
flour (top grade)
(ii)
Purified konjac
particulate flour (first grade)
c.
Tepung premix
Untuk keperluan industri (non food dan non farmasi), pada tepung glukomanan dilakukan beberapa modifikasi agar mudah digunakan pada proses produksi sesuai keperluannya, seperti mudah larut pada suhu kamar, mudah dialirkan, mudah berikatan dengan bahan baku kertas (serat), dapat membentuk lapisan film, dlsb. Proses modifikasi tepung glukomanan dilakukan menggunakan metoda fisika, metode kimia atau gabungan dari kedua metode tersebut. Untuk aplikasi pada industri kertas, dilakukan modifikasi struktur kimia dan modifikasi sifat molekul dari tepung glukomanan.
Tampilan warna tepung premix sesuai dengan tampilan warna tepung glukomanan yang dijadikan sebagai bahan baku premix. Ukuran tepung premix lebih halus karena salah satu proses pembuatannya melalui proses grinding.
Pemanfaatan Porang sebagai Bahan Penolong dan Bahan Baku Industri
Sifat-sifat fisik
dan kimia tepung porang (glukomanan) memiliki potensi sebagai bahan baku maupun
bahan penolong yang sangat luas tidak hanya untuk produk makanan namun juga
untuk produk non pangan.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Glukomanan dapat mensubstitusi (sebagian) kebutuhan galaktomanan
yang selama ini 100% impor untuk bahan penolong di dalam negeri (bahan penolong
untuk produk kertas arsip dan kertas pembentuk rokok). Teknologi aktivasi
tepung glokomanan telah di dikuasai oleh industri di dalam negeri sehingga
karakteristik tepung yang di butuhkan oleh industri dapat di produksi dan
disiapkan di dalam negeri. Selain itu, dalam penggunaan glukomanan sebagai
bahan penolong tidak diperlukan investasi teknologi di sektor industri produk
hilir. Oleh karena itu, pengolahan bahan penolong dari glukomanan dapat
memanfaatkan teknologi yang sudah tersedia dan digunakan saat ini.
Dengan teknologi
mesin separator, industri pengolahan Porang di dalam negeri telah mampu
memisahkan tepung porang menjadi produk utama berupa Glukomanan dan
menghasilkan 2 produk samping, yaitu: oksalat yang dapat dimanfaatkan untuk
industri baja sebagai anti karat; dan pati yang dapat dimanfaatkan sebagai
substitusi tepung pati dari singkong dan dapat di pergunakan secara luas di
industri hilir.
Uraian |
Korea/Jepang |
China |
Indonesia |
Pengolahan
Porang (Proses chip/serpih dan pengeringan) |
Full
teknologi dengan bantuan oven |
Full
teknologi dengan bantuan oven |
Industri
menengah besar telah menggunakan teknologi oven, namun industri kecil masih
menggunakan pengeringan matahari (penjemuran) |
Tepung
Glokumanan |
Fokus
pada produk makanan |
Fokus
pada produk makanan |
Telah
berhasil diaktivasi sebagai bahan penolog industri kertas arsip dan kertas
pembungkus rokok sebagai subtitusi galaktomanan |
Oksalat dan Pati |
Tidak ada
informasi dimanfaatkan dan dikembangkan |
Tidak ada
informasi dimanfaatkan dan dikembangkan |
-
Oksalat
dimanfaatkan sebagai bahan antikarat industri baja -
Pati
porang digunakan sebagai subtitusi tepung pati singkong (extender perekat
kayu lapis, industri lem, dan industri cat) |
Teknologi |
Arah
pengembangan high-end (teknologi fiber untuk produk tekstil) |
Telah berhasil
membuat mesin separator pemisah glukomanan, pati, dan oksalat |
-
Mendorong
industri manufaktur untuk alih teknologi mesin separator kapasitas untuk
industri kecil menengah -
Memanfaatkan
sifat-sifat fisika dan kimia dari tepung porang yang dapat digunakan dalam
jumlah besar
|
Salah satu
pengolahan lain porang adalah mengekstrak tepung glukomanan menjadi bahan
penolong untuk industri. Bahan penolong yang dimaksud adalah glocomannan
powder sebagai bahan hidrokoloid. Hidrokoloid merupakan komponen polimer
yang berasal dari sayuran, hewan, mikroba atau komponen sintetik yang umumnya
mengandung gugus hidroksil. Komponen polimer ini larut dalam air, mampu
membentuk koloid, dan dapat mengentalkan atau membentuk gel dari suatu larutan.
Hidrokoloid: polisakarida dan peptida (termasuk turunannya) di dalam bidang
industri berfungsi sebagai pengental, gelling agent, penstabil,
pengemulsi, penghambat pembentukan kristal es dan gula, pengendali pelepasan
rasa pada produk pangan, dan sebagainya. Hidrokoloid juga dapat digunakan
sebagai pengganti lemak pada produk pangan. Penggunaan hidrokoloid yang tinggi
dapat ditemukan pada daging tiruan, pangan fungsional, serta produk rendah
lemak dan tinggi serat.
Melihat besarnya
potensi dari umbi porang ini, maka Pemerintah mendukung usaha pemanfaatan
porang sebagai bahan baku maupun bahan penolog dari industri. Usaha Kementerian
Perindustrian antara lain mendorong dan membentuk forum ilmiah antara balai
besar, dunia pendidikan, dan industri manufaktur untuk memanfaatkan sifat-sifat
fisik dan kimia dari porang yang lain yang dapat dimanfaatkan dalam jumlah
banyak, dianataranya sifat higroskofis tepung porang yang secara teori dapat
dimanfaatkan dalam upaya penyediaan air bersih serta pengolahan limbah
industri. Disinyalir teknologi tersebut tidak terlalu rumit dan mampu di
kembangkan oleh industri di dalam negeri. Pengolahan porang ini masih sangat
terbuka untuk dikembangkan lebih lanjut, diharapkan pada akhirnya porang dapat
dimanfaatkan secara lebih optimal untuk industri manufaktur Indonesia.