KOMITMEN INDUSTRI MENJAGA NEGERI LEWAT PROPER

Sumber: PPKL KLHK

Oleh : Laudetta Dianne F (Direktorat Jenderal Industri Agro)


Public Disclosure Program for Environmental Compliance atau lebih dikenal dengan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) merupakan upaya di dalam mendorong tingkat penaatan industri terhadap peraturan perundang-undangan bidang pengelolaan lingkungan hidup. PROPER merupakan program yang diinisiasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI sejak tanggal 14 Juni 1995. Melalui Keputusan Menteri No. 35a tahun 1995 tentang Program Penilaian Kinerja Perusahaan/Kegiatan Usaha dalam Pengendalian Pencemaran dalam Lingkup maka dicanangkan Kegiatan Program Kali Bersih (PROKASIH). Sesuai dengan namanya, program ini menitikberatkan pada pengelolaan limbah industri yang mencemari aliran air/sungai.

 

Sampai dengan tahun 1997 pendekatan PROPER masih menggunakan pendekatan single media. Aspek pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya (Limbah B3) baru dipertimbangkan untuk peringkat hijau dan emas. Penyelenggaraan PROPER dari masa inisiasi hingga tahun 2019 dapat dilihat dari gambar berikut ini: 


Adanya PROPER bertujuan untuk:

a.    mendorong perusahaan taat terhadap peraturan lingkungan hidup;

b.    melakukan perbaikan kinerja pengelolaan lingkungan hidup secara terus-menerus melalui penerapan sistem manajemen lingkungan, efisiensi pemanfaatan sumber daya, penurunan dampak lingkungan, dan perlindungan keanekaragaman hayati; dan

c.     melakukan bisnis yang bertanggung jawab sosial dan beretika melalui pemberdayaan masyarakat.

 

Fokus kriteria penilaian PROPER saat ini yaitu: implementasi izin lingkungan (bagaimana industri bisa memenuhi kewajiban yang ada di dokumen lingkungan), pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, potensi kerusakan lahan tambang, pengelolaan bahan dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), serta pengelolaan sampah dan limbah non B3. Asesmen dilakukan terkait dokumen ringkasan kinerja pengelolaan lingkungan dan sistem manajemen lingkungan dan diikuti dengan audit energi, emisi, dan lingkungan wajib.

 

Penilaian PROPER ini dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK) setiap tahunnya kepada perusahaan peserta. Dalam menetapkan peserta penilaian, target peserta PROPER adalah perusahaan yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, tercatat di pasar bursa saham, mempunyai produk yang berorientasi ekspor atau produk hasil manufakturnya digunakan oleh masyarakat secara luas. Perusahaan peserta PROPER berasal dari berbagai industri yang ada di Indonesia, seperti industri agro, hotel, pelabuhan, tambang, migas distribusi, kimia, otomotif, rumah sakit, dll. Hingga tahun 2021, diketahui jumlah peserta PROPER mencapai 2.593 peserta (data PROPER MENLHK).

 

Dalam pelaksanaan PROPER, terdapat 5 jenis warna yang menunjukkan hasil penilaian PROPER yaitu: emas, hijau, biru, merah, dan hitam. PROPER emas menunjukkan nilai yang terbaik, sedangkan merah dan hitam dinilai buruk. Perusahaan yang mendapatkan peringkat emas, hijau, dan biru diindikasikan taat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Penilaian PROPER dilakukan setiap tahun, dimana pada setiap hasil penilaian akan diketahui perusahaan peserta mana saja yang dinilai taat/comply maupun tidak. Hasil penilaian tersebut akan tercantum dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

 

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK.386/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2023 jo. SK.129/MENLHK/SETJEN/KUM.1/ 12/2022 tentang Hasil Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2021-2022, diketahui sebanyak 1213 perusahaan industri agro mengikuti penilaian tersebut.  Dari 1213 perusahaan tersebut, 3 perusahaan mendapat peringkat Emas (PT. Tirta Investama Mambal - AMDK, PT. Sahabat Mewah dan Makmur - sawit, dan PT. Austindo Nusantara Jaya - sawit), 15 perusahaan mendapat peringkat Hijau, 964 perusahaan mendapat peringkat Biru, dan 231 perusahaan mendapat peringkat Merah. Sektor tersebut mencakup industri makanan dan minuman, sawit, karet, pulp dan kertas, pakan ternak, rokok dan tembakau, pengolahan kayu, dan lainnya.

 

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa penyebab 231 perusahaan mendapatkan peringkat merah didominasi oleh ketidaktaatan dalam pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara dan pengelolaan limbah B3. Sektor dengan peringkat merah tersebut mencakup industri sawit, makanan dan minuman, kertas dan percetakan, pengolahan kayu, dan lainnya. Sebagian besar kendala perusahaan yang mendapatkan peringkat merah juga dikarenakan ketidaktaatan terhadap kompetensi personil (yang baru diterapkan pada penilaian 2021-2022), perizinan, parameter baku mutu dan ketentuan teknis, serta penggunaan aplikasi SIMPEL dalam pelaporan pengelolaan lingkungan hidup.

 

Sebagai salah satu upaya dalam mendorong peningkatan pengelolaan lingkungan, Kemenperin juga mendorong implementasi kebijakan industri hijau yang mengarah pada produksi bersih dan efisiensi sumber daya, pengembangan produk hijau, dekarbonisasi dan transisi energi, pengelolaan limbah dan emisi, ketahanan dan konservasi air, penerapan ekonomi sirkular, serta peningkatan pekerjaan hijau (green jobs). Industri hijau dianggap sangat penting bagi industri karena kebutuhan pasar produksi hijau yang semakin meningkat, regulasi negara tujuan ekspor yang mewajibkan praktek berkelanjutan (Carbon Tax, Ecolabel, dan CBAM), dan kerentanan terhadap iklim yang dapat mengganggu ketersediaan bahan baku industri. Salah satu komponen industri hijau adalah melalui pemenuhan standarisasi hijau, dimana saat ini terdapat 13 Standar Industri Hijau (SIH) yang telah disusun untuk sektor industri agro.

 

Salah satu regulasi yang menjadi perhatian adalah Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM). CBAM merupakan kebijakan yang memberlakukan pungutan karbon barang impor di EU yang dimulai pada Oktober 2023 dan berlaku untuk 6 sektor di fase pertama, yaitu semen, besi dan baja, alumunium, pupuk, listrik, dan hidrogen. Sektor ini dipilih berdasarkan 3 kriteria, yaitu tingkat risiko kebocoran karbon, emisi CO2, dan kemudahan dalam implementasi. Kebijakan ini diperkirakan akan diperluas ke sektor lainnya pada fase kedua, sehingga diperlukan langkah-langkah strategis di dalam negeri untuk memitigasi kebijakan tersebut. 

 

Dalam hal keterkaitan antara standardisasi yang ditentukan untuk Penghargaan Industri Hijau dengan penilaian PROPER, pihak Industri Hijau telah bersurat pada KLHK terkait penyelarasan bagi pemegang Sertifikat Industri Hijau dengan PROPER, namun dikarenakan adanya perbedaan kualifikasi dan penilaian maka penyelarasan ini masih belum dapat dilakukan. Dalam praktiknya, PIH yang berkoordinasi dengan KLHK sebelum memberikan penghargaan Industri Hijau, agar selaras dengan peringkat PROPER yang diperoleh industri terkait. Pada akhirnya, pemenuhan persyaratan dari kedua penilaian ini dimaksudkan agar industri terkait dapat meningkatkan kualitas dan kepercayaan publik dalam pemenuhan standar pengelolaan dampak pada lingkungan hidup. Hal ini diharapkan menjadi salah satu usaha memenuhi regulasi bagi produk hasil manufaktur peserta industri yang akan diekspor ke luar negeri, seperti regulasi CBAM tersebut.

 

Dalam hal meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan di sektor industri, Kemenperin juga memiliki Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Pencegahan Pencemaran Industri (BBSPJPPI) Semarang, unit kerja yang berfungsi memberikan pelayanan standardisasi industri dan pelayanan jasa industri di bidang pencegahan pencemaran industri. Dalam perannya meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan, BBSPJPPI menerapkan Adaptive Monitoring System (AiMS) sebagai dukungan online monitoring lingkungan industri. AiMS digunakan sebagai pelaksanaan e-monitoring terhadap pengelolaan air, udara, laboratorium, dan proses industri. Selain itu, BBSPJPPI juga melakukan kerja sama optimalisasi teknologi dengan industri dalam pelaksanaan pengolahan air limbah (produksi, domestik, integrasi) serta pengendalian pencemaran udara dan kebauan.

 

Sebagai salah satu perusahaan di sektor industri agro yang mendapatkan peringkat emas, PT. Austindo Nusantara Jaya Agri (Agribisnis) memiliki bisnis inti dalam sektor kelapa sawit, sagu, sayuran dan energi terbarukan. Sebagai sebuah grup, beberapa anak perusahaan PT. Austindo Nusantara Jaya Agri telah meraih peringkat hijau dan emas dalam penilaian PROPER. Dalam usaha pemenuhan PROPER, PT. Austindo Nusantara Jaya menjalankan serangkaian strategi sebagaimana berikut:

a.     Menjadikan komitmen pemenuhan PROPER sebagai Key Performance Indicator (KPI) perusahaan, dimana kriteria PROPER tertuang di dalam kebijakan keberlanjutan dan lingkungan;

b.     Memperhatikan timeline PROPER, hal ini sangat signifikan karena menyangkut mekanisme pengawasan dan pelaporan yang harus dilaksanakan secara berkala;

c.    Menetapkan target ESG (Environmental, Social and Governance), seperti target penurunan GRK, sertifikasi RSPO/ISPO bagi perkebunan/plasma, program ketertelusuran secara elektronik, perlindungan hutan (zero major fire incidents and no deforestation), serta penanganan isu tenaga kerja;

d.      Menetapkan rencana, target, dan program pengelolaan lingkungan yang direviu secara berkala;

e.       Melakukan pelaksanaan, analisa dan evaluasi, serta berkoordinasi dengan pengawas dari Dinas Lingkungan Hidup.

 

Kesimpulan dan Tindak Lanjut

Langkah-langkah yang perlu dilakukan pelaku usaha (terutama yang merah) dalam pengelolaan lingkungan hidup ke depan adalah sebagaimana berikut:

a.       Penilaian PROPER terbagi menjadi 2 aspek yang mencakup aspek ketaatan (tidak bisa ditawar) dan aspek beyond compliance (melebihi kewajiban peraturan). Aspek ketaatan sudah harus dipenuhi dulu 100% baru bisa menuju beyond compliance.

b.     PROPER menilai semua upaya terbaik yang dilakukan perusahaan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan implementasi community development. Selain itu, seluruh dokumen lingkungan juga harus dilaporkan sesuai format pelaporan pada Permen LHK 1/2021.

c.       Perlu upaya optimal agar jangan sampai masuk ke ranah penegakan hukum (peringkat hitam), karena akan berdampak pada proses tindak lanjut yang panjang dan rumit. Dikhawatirkan akan menghambat kinerja industri ke depannya.

d.     Direktorat pembina agar dapat berkoordinasi dengan perusahaan di bawah binaannya masing-masing untuk membantu industri dalam melakukan pemenuhan persyaratan pengelolaan lingkungan di masa yang akan datang dengan berkoordinasi dengan KLHK dan PIH.

e.       Jika masih terdapat kendala dalam pelaksanaan PROPER, pelaku usaha dapat menyampaikan surat permohonan kepada Sekretariat PROPER terkait tindak lanjut dan fasilitasi pelaksanaan bimtek secara lebih teknis.

Untuk mengantisipasi adanya kebijakan EUDR dan CBAM, selain penyiapan sertifikasi di dalam negeri, industri juga perlu mulai mencari diversifikasi negara tujuan pasar ekspor lainnya selain EU. PIH menyampaikan bahwa data yang ada pada Standar Industri Hijau dapat digunakan sebagai acuan untuk perhitungan emisi karbon per ton produk, dimana hal ini dapat digunakan sebagai benchmarking kebijakan tersebut. Direktorat pembina agar dapat berkoordinasi dengan asosiasi/perusahaan di bawah binaan masing-masing untuk mulai mengidentifikasi data emisi yang diperlukan untuk memitigasi potensi sektor industri agro masuk dalam perluasan sektor yang terdampak kebijakan CBAM.

 

Demikian hasil dari penetapan PROPER tahun 2021-2022. Peserta PROPER tahun 2022-2023 ditetapkan melalui SK Direktur Jenderal PPKL No. 31/PPKL/SET.6/WAS.3/4/2023. Passing Grade Hijau dan Emas PROPER periode 2022-2023 ditetapkan melalui Perdirjen PPKL Nomor SK. 49/PPKL/SET.6/WAS.2/7/2023 tentang Penetapan Nilai Batas Bawah Kandidat Hijau dan Kandidat Emas Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2022-2023.