Oleh:
Yuni Dwi Kartika (Analis Kebijakan Ahli Pertama)
Apa
itu halal?
Halal
adalah sesuatu (perbuatan atau benda) yang dibolehkan untuk dikerjakan atau
digunakan menurut aturan syariat Islam. Mengonsumsi makanan dan minuman halal
merupakan perintah Allah SWT dalam Alquran (QS Al-Baqarah 168) kepada seluruh
umat manusia sebagai bentuk ibadah dan bukti ketaatan kepada-Nya. Dalam
Alquran, kata halal disertai thayyib (halalan thayiban). Dalam konteks
makanan, halal berarti sesuatu yang boleh dikonsumsi sesuai aturan Islam
sedangkan thayyib berarti baik, aman untuk dikonsumsi, bersih,
menyehatkan, dan bermutu.
Secara
secara implisit, halal dan thayyib sesungguhnya sudah mencakup juga Food
Safety, Good Manufacturing Practices (GMP) dan standar internasional (ISO).
Jadi halal lebih dari sekedar mutu (halal is more than just quality)
karena ada aspek spiritual yang tidak ada pada sistem mutu yang lain. Selain
itu, berbeda dengan sistem mutu yang lain, standar halal juga sangat ketat dan
memegang prinsip zero tolerance, yaitu tidak mengenal tolerasi masuknya
bahan/zat haram dan najis ke dalam bahan/zat halal, baik sengaja dicampurkan
ataupun secara tidak sengaja terkontaminasi oleh bahan yang haram dan najis.
Pertumbuhan
pasar halal global
Gambar
1. Skor Ranking Ekonomi Ekonomi Islam
Dunia
Indonesia telah diakui oleh masyarakat dunia sebagai salah satu negara yang konsern mengembangkan industri halal. State of the Global Islamic Economy Report (GIER) Tahun 2022 mencatat bahwa Indonesia secara global menduduki peringkat keempat dunia dari 15 negara yang masuk dalam Top 15 Global Islamic Economy Indicator Score Rank. Berada pada rangking kedua dunia dalam sektor mode, urutan keempat dunia pada sektor makanan halal, selanjutnya urutan kelima pada sektor media dan rekreasi, serta masing-masing urutan keenam pada sektor islamic finance, travel dan farmasi serta kosmetik. GIER melaporkan perekonomian Islam di seluruh dunia bernilai total USD 2 triliun pada tahun 2021. Pengeluaran Muslim untuk makanan meningkat sebesar 6,9% pada tahun 2021, dari US$1,19 triliun menjadi US$1,27 triliun, dan diperkirakan akan tumbuh sebesar 7,0% pada tahun 2022 dan mencapai US$1,67 triliun pada tahun 2025. Angka ini diprediksi meningkat terus mengikuti peningkatan populasi dan peningkatkan kesadaran untuk mengkosumsi atau menggunakan produk halal oleh muslim dunia.
Gambar
2. Trade Opportunity negara anggota
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)/Organisation
of Islamic Cooperation (OIC)
Sumber: State of the Global Islamic Economy Report
2022
Gambar
diatas menunjukkan bahawa Indonesia termasuk ke dalam lima besar negara
importir anggota OIC. Hal ini menguatkan bahwa Indonesia memiliki potensi dan
peluang besar ke depan untuk menjadi salah satu negara pelopor industri halal
dunia. Komunitas muslim global membentuk segmen pasar potensial dimana kuantitas
konsumen muslim yang besar akan memberikan peluang untuk berkembangnya
industrti produk halal. Industri pangan halal memberikan jaminan kemanan pangan
halal bagi konsumen, sehingga produsen pangan dunia akan berupaya mengembangkan
dan meningkatkan produksi produk halal untuk mengisi pasar dunia. Populasi
terbesar muslim yang terletak di kawasan Asia Pasifik merupakan pasar yang
menjanjikan, disamping pasar di Afrika Utara dan Timur Tengah yang juga sangat
menguntungkan. Saat ini negara-negara di semenanjung Arab dan kawasan teluk
sebagian besar kebutuhan pangannya dipasok oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Sertifikat
halal sebagai penambah daya saing
Perkembangan
produk halal telah membuka pintu secara luas bagi perusahaan dan lembaga
pemeriksa produk halal. Pesatnya perkembangan pasar produk halal sangat
didukung oleh ekonomi yang dinamis akibatnya, halal lifestyle semakin
meningkat dan mempengaruhi bisnis produk halal. Di Amerika Serikat, pendirian
lembaga sertifikasi halal dilatarbelakangi undang-undang yang mengatur makanan
halal bagi orang Yahudi. Negara bagian yang terbanyak komunitas Yahudi adalah
New York, sehingga sejak tahun 1920 hal ini sudah diatur khusus untuk kaum
Yahudi. Aturan makanan halal orang Yahudi mempunyai kemiripan dengan aturan
halal umat Islam, sehingga organisasi-organisasi yang menerbitkan sertifikasi
halal (Halal Certifier Bodies banyak didirikan. Organisasi tersebut berada di
bawah Kementerian Pertanian, seperti Halal Transaction of Omaha dan Islamic
Food and Nutrition Council of America (IFANCA).
Menurut
laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC), populasi muslim di
Indonesia diperkirakan sebanyak 237,56 juta jiwa. Jumlah penduduk muslim
tersebut setara dengan 86,7% populasi di dalam negeri. Hal ini sangat
berpotensi sekali mengingat pangsa pasar yang besar dari produk halal di
Indonesia akan mendorong produsen untuk dapat memiliki Sertifikat Halal bagi
produk dan jasanya dalam meningkatkan daya saing. Selain itu untuk memberikan
kenyamanan, keamanan, keselamatan dan kepastian ketersediaan produk halal bagi
masyarakat dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk, serta untuk meningkatkan
nilai tambah bagi pelaku usaha dalam memproduksi dan menjual produknya
Pemerintah akan secara bertahap mewajibkan adanya Sertifikat Halal.
Langkah
dan dukungan lain yang menunjukkan keseriusan pemerintah pada pengembangan
industry halal dengan adanya pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk
Halal (BPJPH) yang merupakan mandatori dari lahirnya Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Disahkannya BPJPH pada tanggal 27
Oktober 2017 di bawah komando Kementerian Agama, sekaligus menjadi suatu
transpormasi penyelenggaraan produk halal di Indonesia yang berawal dari sukarela
(voluntary) menjadi wajib (mandatory) kepada konsumen muslim dan
merangsang pertumbuhan produk halal di Indonesia.
Dalam
rangka memberi jaminan dan kenyamanan Menurut Peraturan Menteri Agama No. 26
Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal, produk yang masuk,
beredar dan diperdagangkan di Indonesia akan secara bertahap diwajibkan
bersertifikasi halal. Adapun jenis produk yang wajib bersertifikat halal
dikategorikan menjadi dua yaitu barang dan jasa. Sesuai dengan Pasal 28 dari peraturan
tersebut, yang termasuk dengan barang yaitu: makanan, minuman, obat, kosmetik,
produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik dan barang gunaan yang
dipakai digunakan atau dimanfaatkan; sedangkan yang dimaksud dengan Jasa
meliputi: penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian,
penjualan dan penyajian. Dalam Pasal 32 menjelaskan bahwa penahapan kewajiban
bersertifikasi halal bagi produk Makanan dan Minuman dimulai dari tanggal 17
Oktober 2019 sampai dengan 19 Oktober 2024.
Pengolahan
industri makanan dan minuman rawan titik kritis (medium and high risk)
pada bahan dan cara pengolahan. Ini berkaitan dengan proses produk halal (PPH)
yang menjadi konsen dari sertifikasi halal. Bahan halal menjadi hal krusial
dalam mata rantai produk halal. Ketersediaan bahan baku halal (halal raw
material) tidak bisa disediakan tanpa keterlibatan dunia industri dan
pelaku usaha yang berorientasi halal.
Bahan
tambahan dan bahan penolong yang selama ini masih banyak didatangkan dari luar
negeri (impor) untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Selain kejelasan
bahan baku dan PPH, prinsip sertifikasi halal menganut prinsip traceability
dan autentikasi. Tujuan traceability untuk mengetahui dengan pasti di
mana produk diproduksi, bagaimana proses produksinya, apa bahan yang digunakan,
dari produsen mana, dan bagaimana status kehalalannya. Sedangkan autentikasi
untuk memastikan tidak terjadi pemalsuan produk halal dengan produk haram,
tidak terjadi percampuran atau kontaminasi silang antara bahan haram dengan
atau ke dalam produk halal melalui analisis laboratorium. Pada level ini,
dukungan pemerintah sangat penting untuk memastikan rantai pasok (supply
chain) berjalan baik dan tersedia dari hulu ke hilir. Komitmen industri
besar dan menengah untuk mensertifikasi halal produknya menjadi solusi
mengatasi kesulitan bahan baku halal, terutama bagi industri kecil dan mikro.
Gambar
3. Alur Sertifikasi Halal
Sumber : www.halal.go.id
Mekanisme
sertifikasi halal produk makanan dan minuman ada dua, yaitu mekanisme regular
dan mekanisme self declare. Tata cara perolehan sertifikat halal
melibatkan tiga Lembaga yaitu: BPJPH, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis
Ulama Indonesia (MUI). Pemohon melakukan permohonan Sertifikasi Halal melalui
BPJPH, kemudian BPJPH menetapkan LPH yang ditentukan berdasarkan permohonan.
Selanjutnya LPH akan melakukan pemeriksaan kehalalan produk yang hasilnya akan
menjadi dasar penetapan kehalalan produk melalui sidang fatwa halal MUI.
Setelah itu barulah sertifikat halal dapat diterbitkan oleh BPJPH.
Daftar
Pustaka
State
of the Global Islamic Economy Report, 2022.
Samsul, et. al. 2022. Peluang dan
Tantangan Industri Halal Indonesia Menuju Pusat Industri Halal Dunia. Al-Azhar
Journal of Islamic Economics.
Yulia, Lady. 2015. Strategi
Pengembangan Industri Produk Halal. Jurnal Bimas Islam.
www.kemenag.go.id