Oleh : Hamid Rizali Siregar (Pembina Industri Ahli Muda – Kementerian Perindustrian)
Industri Pulp dan Kertas Indonesia merupakan salah satu industri yang memiliki daya saing tinggi. Berdasakan data dari FAO1) , Indonesia merupakan produsen pulp dan kertas terbesar di regional ASEAN, terbesar ke-2 di Asia untuk produk pulp dan terbesar ke-4 di Asia untuk produk kertas, sedangkan di tingkat dunia Indonesia merupakan produsen terbesar ke-7 untuk produk pulp dan terbesar ke-6 untuk produk kertas.
Pada Tahun 2021, Industri kertas dan percetakan (termasuk di dalamnya industri pulp) mengambil porsi sekitar 4 persen dari total PDB industri pengolahan non-migas, dengan laju pertumbuhan sebesar 0,22 persen. Pertumbuhan industri pulp dan kertas mengalami perlambatan dibanding tahun sebelumnya, hal ini terkait dengan tekanan dari pandemic covid-19 yang mempengaruhi permintaan dan rantai pasok di industri. Dari kinerja perdagangan internasional, nilai ekspor produk pulp mencapai US$3,3 Milyar dengan impor sebesar US$1,1 Milyar, sedangkan untuk produk kertas nilai ekspor mencapai US$4,2 Milyar dengan nilai impor sebesar US$1,5 Milyar. Untuk mencukupi bahan baku industrinya, industri pulp dan kertas mengimpor kertas bekas hingga sekitar 3,4 juta ton atau senilai US$16,3 Milyar pada Tahun 2021.
Saat ini hampir seluruh jenis kertas sudah dapat diproduksi oleh industri dalam negeri. Bahan baku yang digunakan antara lain dari pulp kayu, pulp bambu, kertas bekas maupun kombinasi pulp kayu dan kertas bekas. Terdapat 81 perusahaan industri pulp dan kertas yang masih aktif beroperasi dimana 4 diantaranya merupakan industri pulp, 71 perusahaan industri kertas dan 6 perusahaan pulp terintegrasi. Total investasi industri pulp dan kertas mencapai lebih dari Rp200 Trilyun dengan kapasitas terpasang sebesar sekitar 11 juta ton untuk industri pulp dan 22 juta ton untuk industri kertas, sedangkan kapasitas produksi mencapai 10 juta ton untuk indutri pulp dan 13 juta ton untuk industri kertas. Dengan demikian, utilisasi di industri pulp sudah mencapai 95 persen sedangkan utilisasi industri kertas mencapai 65 persen.
Melihat kinerja industri pulp dan kertas nasional tersebut, kita patut berbangga dan perlu menjaga serta mengoptimalkan potensi yang ada. Dari sisi konsumsi, konsumsi kertas di Indonesia baru mencapai 33 metrik ton per kapita, masih di bawah rata-rata konsumsi perkapita di regional ASEAN yang mencapai 36 metrik ton per kapita. Hal ini menunjukkan potensi konsumsi dalam negeri yang masih bisa meningkat mengingat jumlah penduduk Indonesia merupakan yang terbesar di ASEAN mencapai 270 juta jiwa. Secara global, AFRY memperkirakan konsumsi kertas dunia akan tumbuh di kisaran 1-1,7 persen per tahunnya. Permintaan Kertas Kemasan (packaging) dan Tisu diperkirakan akan meningkat di berbagai Kawasan negara disebabkan perkembangan e-commerce dan gaya hidup sehat yang juga mendorong pengembangan produk ramah, aman untuk kesehatan diantaranya kemasan pangan. Permintaan Kertas kemasan containerboard dan boxboard dunia meningkat dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2021 permintaan containerboard dan boxboard tumbuh sebesar 2 persen.
Potensi pengembangan industri pulp dan kertas nasional tentunya akan menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Ancaman krisis ekonomi global, krisis energi, trend digitalisasi, hingga kontinuitas dan keberlanjutan bahan baku menjadi tantangan yang harus dihadapi industri pulp dan kertas agar bisa bertahan dan menggenjot daya saingnya di pasar global.
Bahan baku industri pulp dan kertas utamanya didapatkan dari kayu dari Hutan Tanaman Industri (HTI) dan juga kertas bekas. Sekitar 81,3 persen bahan baku menggunakan kayu dari HTI, sedangkan 18,7 persennya menggunakan bahan baku kertas bekas. Untuk memenuhi bahan bakunya, industri pulp dan kertas menggunakan kertas bekas, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Recovery rate kertas bekas yang berasal dari dalam negeri masih terbilang rendah, berada di kisaran 41 persen. Oleh karenanya, untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya, industri pulp dan kertas dalam negeri mengimpor bahan baku kertas bekas tiap tahunnya. Ketergantungan atas impor bahan baku kertas bekas ini tentu perlu menjadi perhatian.
Salah satu isu yang mengemuka adalah proposal peraturan ekspor limbah kertas Uni Eropa (proposal EU Waste Shipment Regulations), dimana akan ada pembatasan ekspor limbah non-B3 (termasuk didalamnya Kertas Daur Ulang) dari Uni Eropa. Jika aturan tersebut diberlakukan maka Industri Pulp dan Kertas Indonesia bisa terdampak mengingat sekitar 26 persen bahan baku kertas bekas nasional diperoleh dari Uni Eropa. Menghadapi hal tersebut, pemerintah terus mengintensifkan perundingan dan kerjasama dengan berbagai pihak agar kepentingan nasional dapat terakomodasi. Selain itu, untuk mengurangi ketergantungan terhadap importasi kertas bekas, pemerintah terus mendorong peningkatan recovery rate kertas bekas dengan berkoordiansi dengan Kementerian/Lembaga terkait dan business matching. Untuk menjamin dan mendorong kemudahan ketersediaan bahan baku kertas bekas untuk industri pulp dan kertas, kertas bekas juga telah diusulkan untuk dapat masuk ke dalam implementasi Neraca Komoditas.
Krisis energi yang dipicu oleh perang antara Rusia dan Ukraina menyebabkan terganggunya supply energi dunia. Hal ini menyebabkan harga energi yang semakin mahal. Melihat situasi di Ukraina yang masih memanas, keadaan ini diperkirakan masih akan terus berlanjut. Industri pulp dan kertas termasuk industri yang lahap energi. Oleh karenanya, kenaikan harga energi akan berakibat pada meningkatnya biaya produksi. Untuk menjaga daya saingnya, industri pulp dan kertas dalam negeri terus meningkatkan efisiensi energi dengan inovasi penggunaan teknologi dengan efisiensi tinggi sehingga mengurangi penggunaan energi, Kementerian Perindustrian juga mengusulkan dan mendorong Industri Pulp dan Kertas untuk masuk ke dalam penerima fasilitas manfaat harga gas bumi tertentu.
Tahun 2023 diproyeksikan oleh berbagai pihak akan menjadi tahun yang sangat berat. Hal ini disebabkan oleh perkiraan akan melambatnya ekonomi banyak negara, khususnya negara ekonomi maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, bahkan beberapa analis memperkirakan situasi lebih buruk. Dari berbagai proyeksi, Indonesia memang tidak termasuk di dalam negara yang akan terkena perlambatan parah bahkan resesi. Namun demikian, perlambatan di negara besar seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa tentu akan berpengaruh terhadap Indonesia. Amerika Serikat dan Uni Eropa merupakan sumber bahan baku kertas bekas untuk industri pulp dan kertas yang mencapai sekitar 44,6 persen dari total impor kertas bekas. Dari sisi permintaan, Amerika Serikat dan Uni Eropa merupakan dua kawasan dengan tingkat konsumsi kertas tertinggi di dunia, sehingga perlambatan ekonomi di dua negara tersebut tentunya akan berakibat pada penurunan permintaan produk kertas dari Indonesia.
Belajar dari krisis ekonomi yang sebelumnya, maka salah satu strategi antisipasi untuk bertahan di masa krisis adalah dengan mengoptimalkan potensi pasar domestik. Dengan jumlah penduduk sebanyak 270 juta jiwa dan konsumsi kertas yang masih berpeluang untuk ditingkatkan, potensi pasar domestik terbilang cukup besar dan menjanjikan. Hal ini perlu dioptimalkan mengingat di masa krisis akan terjadi penurunan permintaan secara global serta terganggunya rantai pasok dan distribusi global. Untuk mengoptimalkan pasar dalam negeri dan juga sebagai dukungan nyata keberpihakan kepada industri daam negeri, salah satu upaya pemerintah pemerintah adalah dengan mengimplementasikan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
Pada prinsipnya program ini bertujuan untuk memberdayakan industri dalam negeri, memperkuat struktur industri dalam negeri serta mengoptimalkan produk dalam negeri pada pengadaan barang/jasa pemerintah. Dalam mengoptimalkan produk dalam negeri pada pengadaan barang/jasa pemerintah, program ini memberikan preferensi bagi produk dalam negeri pada pembelian barang/jasa yang dilakukan oleh pemerintah BUMN/BUMD/swasta yang sumber pembiayaannya berasal dari negara atau menggunakan sumber daya yang dikuasai negara. Pada Tahun 2022, pemerintah berkomitmen sebesar Rp400 Triliun dari anggaran belanja pemerintah untuk pembelian Produk Dalam Negeri pada belanja barang/jasa pemerintah. Beberapa pengadaan barang/jasa pemerintah yang terkait produk kertas antara lain kertas untuk kebutuhan layanan perkantoran, buku sekolah, kertas pemilihan umum, kertas berharga seperti kertas uang, kertas STNK, kertas BPKB, kertas Paspor, kertas materai, pita cukai. Syarat utama untuk memanfaatkan potensi ini hanya satu, yaitu sebesar-besarnya meningkatkan komponen lokal (local content) pada produk sehingga bisa mendapatkan preferensi pada pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dalam menjalankan P3DN, Kementerian Perindustrian telah melakukan business matching optimalisasi belanja pemerintah, koordinasi dan mendorong Kementerian/Lembaga terkait untuk mengoptimalkan pemanfaatan produk kertas dalam negeri, mendorong pelaku usaha kertas dan percetakan untuk mendaftarkan produknya di e-katalog, Bimbingan Teknis Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) kepada pelaku usaha kertas serta sosialisasi/workshop kemampuan industri kertas dalam negeri. Selain itu, untuk meningkatkan TKDN, dilakukan substitusi terhadap teknologi maupun bahan baku yang masih berasal dari impor seperti upaya substitusi glukomanan/galaktomanan yang biasa digunakan pada beberapa produk kertas menggunakan glukomanan berasal dari dalam negeri. Dengan demikian, struktur industri idnustri pulp dan kertas menjadi lebih kuat dan nilai tambah yang dihasilkan di dalam negeri menjadi optimal.
Persaingan industri pulp dan kertas dunia semakin ketat, namun tidak mengurangi besarnya prospek bisnis di sektor tersebut. Untuk menggenjot kinerja industri pulp dan kertas, diperlukan kolaborasi dan dukungan dari semua pihak terkait.
1) https://www.fao.org/faostat/en/#data/FO, 19 Desember 2021, Filter data: Production quantity in year 2021 on Paper and Paperboard and Pulp for Paper.