G20 SIDE EVENTS-TRANSISI MENUJU ENERGI BERKELANJUTAN

Oleh : Laudetta Dianne F (Kementerian Perindustrian)

Workshop: Biofuels for Green Economy

G20 Side Events-Transisi Menuju Energi Berkelanjutan


         Tahun ini Indonesia menjadi tuan rumah pada penghelatan forum G20 yang diadakan di pulau dewata Bali. Pada kesempatan ini, Indonesia menambahkan satu isu lagi sebagai salah satu topik utama dalam pembahasan G20. Indonesia memasukkan isu perindustrian bersama dengan isu perdagangan dan investasi. Meskipun sebenarnya isu perindustrian itu sendiri sudah beberapa kali dibahas dalam forum G20, akan tetapi baru pada tahun ini isu industry diangkat secara resmi sebagai isu utama. Oleh karenanya, Trade and Investment Working Group (TIWG) berubah menjadi Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG).

Isu industri diangkat dikarenakan Indonesia berfokus pada pemulihan ekonomi dunia pasca pandemi Covid-19. Indonesia percaya bahwa ekonomi tidak hanya bertumpu pada Trade/perdagangan dan Investment/investasi, tetapi juga industri sebagai salah satu motor penggeraknya. Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak tahun 2020 telah melemahkan perekonomian dan aktifitas perindustrian dunia. Oleh karena itu, dalam forum G20 kali ini Indonesia mengusung tagline: Recover Together, Recover Stronger!

Forum G20 yang diikuti oleh 19 negara utama dan Uni Eropa ini tidak hanya berhenti selepas acara di pulau Bali. Presidensi Indonesia yang secara resmi dimulai sejak tanggal 1 Desember 2022 hingga KTT G20 di bulan November 2022 ini juga diikuti oleh berbagai rangkaian kegiatan pendukung. Hal ini dikarenakan banyak sekali topik pembahasan yang perlu didiskusikan bersama oleh semua negara peserta G20. Salah satu isu yang dibahas adalah tentang masalah lingkungan dan perubahan iklim. Pembahasan tentang isu ini adalah sebagai tindak lanjut dari isu perubahan iklim yang telah dibahas pada acara COP26 sesuai dengan kesepakatan dari Paris Agreement (Perjanjian Paris).

Sehubungan dengan isu tersebut, dalam rangkaian kegiatan Presidensi G20 Indonesia ini, Kementerian ESDM bekerja sama dengan Clean Energy Ministerial (CEM) – Biofuture Platform menyelenggarakan virtual workshop yang dihadiri oleh banyak pihak yang berkepentingan. Webinar ini adalah side event G20 yang mengusung tema “Biofuel for Green Economy”. Webinar yang berlangsung pada tanggal 16 Juni 2022 ini menjadi momentum dalam mempromosikan manfaat pengembangan biofuel dalam transisi energi bersih. Selain itu, pelaksanaan webinar ini juga akan membuka peluang kerjasama dan komunikasi untuk mencapai komitmen bersama untuk keberlanjutan program biofuel dalam skala internasional.

Webinar dibuka oleh Yudo Dwinanda Priaadi dan dilanjutkan dengan sambutan dari Mr. Sunil Kumar (Join Secretary (Refineries), Kementerian Petroleum dan Gas Alam India) dan Dr. Sandro Furlan (Ahli Senior bidang Energi, Kementerian Luar Negeri dan Kerjasama Internasional  Itali). Dalam webinar ini keynote speech dilakukan oleh Mr. Dadan Kusdiana dan Mr. Keisuke Sadamori. Perkenalan dan penyetting tayangan adalah Mr. Jim Speeth (Pimpinan patform Biofuture).

Pada sambutan pembuka dari Mr. Sunil Kumar dari India, dinyatakan bahwa perkembangan biofuel di India sudah cukup besar. Dalam perkembangannya, industri ini telah menghasilkan sekitar 4 Milyar Rupee dari pembuatan Etanol. Selain itu, industri yang sedang dilakukan saat ini juga seputar industri pengolahan etanol ke bahan bakar, program gabungan etanol dan gasoline, dan proyek biogas. Pada tahun 2026, India mentargetkan untuk sudah mendirikan lebih banyak perkebunan untuk memasok bahan baku biofuel dan gas. Target lanjutan dari pengembangan industri biofuel di India adalah memproduksi pupuk, etanol, bioplastik, bio chemical (produk kimia hijau) dan biogas. India percaya bahwa itu semua adalah energi alternatif di masa depan sehingga perkembangan biorefinery sangat didukung oleh pemerintah India. Terdapat 3 fokus pemerintah India yaitu energy security, etanol demand dan ekspansi ekonomi yang juga berarti ekspansi energi. Oleh karena itu, India menganggap pentingnya sinergi dari semua negara untuk bisa memastikan bahwa energi hijau ini mudah diakses, terjangkau dan kebutuhannya terpenuhi di masa depan.

Sambutan berikutnya dari Dr. Sandro Furlan berfokus pada transisi energi dan tujuan zero emisi untuk keberlangsungan planet Bumi. Transisi energi Working Group  untuk tujuan besar ini harus dilakukan dengan pendekatan internasional karena membutuhkan pengalaman internasional. Italia meyakini bahwa biofuel adalah jawaban untuk memenuhi suplai energi yang berkelanjutan. Pemanfaatan teknologi juga menjadi fokus untuk digunakan dalam upaya transisi energi karena teknologi terkini dapat digunakan pada green refinery. Transisi energi disini bukan hanya berfokus pada bisnis, tetapi juga sosial ekonomi karena adanya transisi energi dapat menciptakan lapangan kerja baru. Sejauh ini strategi Uni Eropa terkait biofuel adalah penyediaan dan pengembangan infrastruktur, sedangkan implementasi jangka pendek Itali adalah dukungan di sektor transportasi (pengiriman/distribusi biofuel). Itali juga mulai mengembangkan sistem mobilitas elektronik demi menjamin mobilitas berkelanjutan yang akan berkontribusi dalam skema ekonomi hijau.

Perwakilan Indonesia, Dadan Kusdiana, menyampaikan bahwa adanya ekspor produk berbasis ekonomi hijau akan memberikan keuntungan secara ekonomi dan sosial. Indonesia menyampaikan pentingnya mengangkat isu Biofuel ini dalam side event forum G20 sebagai tindak lanjut dari pertemuan tentang perubahan iklim di Glasgow serta mengingat pentingnya bertukar ide dan pengalaman tiap negara dalam hal pengembangan energi hijau. Pertukaran ide dan pengalaman ini sangat penting mengingat upaya pengembangan industry biofuel dan energi hijau tiap negara bersifat country specific, yang artinya cara penanganan dan strateginya berbeda satu sama lain. Indonesia percaya bahwa biofuel adalah alternatif terbaik dari bahan bakar fosil karena biofuel adalah bahan bakar terbarukan dan dapat mengurangi jumlah emisi karbon. Pengembangan industri biofuel ini dapat mengurangi ketergantungan impor bahan bakar fosil dan menjaga keamanan suplai energi. Pada tahun 2060 atau kurang, diharapkan Indonesia telah mengurangi gas emisi karbon. Target jangka panjang dari perkembangan biofuel ini adalah adanya standarisasi teknis, peningkatan ekonomi, dan stabilitas stakeholder. Pada perkembangannya, Indonesia akan mengembangkan biofuel yang tidak terbatas pada biodiesel tetapi juga green diesel, green gasoline, bioetanol dll sesuai dengan permintaan pasar. Dalam hal ini pemerintah Indonesia akan memberikan dukungan pada stakeholder kecil agar mereka turut mendapatkan manfaat secara ekonomi, melakukan kontrol harga, menstimulasi transisi energi dengan penguatan sistem energi bersih, dan pembuatan bio compact sebagai bukti konkrit Indonesia di bidang energi hijau.

Perwakilan dari IEA, Mr. Keisuke Sadamori menyatakan bahwa tujuan utama dari pengembangan biofuel adalah tercapainya carbon neutrality target (bebas emisi karbon). Adanya kesenjangan di bidang pengembangan biofuel ini dapat diatasi dengan akselerasi efisiensi energi untuk energi terbarukan yang berkelanjutan. Selain itu Mr. Keisuke menekankan bahwa perlu adanya pembuatan roadmap atau peta jalan menuju transisi energi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa saat ini total permintaan pasar untuk energi (fosil) menurun padahal ekonomi global berkembang 2 kali lipat, hal ini menunjukkan pergeseran tren penggunaan energi. Adanya biofuel dipercaya menjadi jawaban untuk mendukung peningkatan ekonomi sembari mengurangi emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, Mr. Keisuke mengharapkan isu perkembangan biofuel akan dilanjutkan ke forum-forum G20 berikutnya.

Pada bagian pertama webinar, moderator Indonesia dari pihak BPDPKS meminta masing-masing panelis untuk meceritakan ide dan kontribusi negara mereka di bidang biofuel. Brazil menyatakan bahwa negara Brazil sangat mendukung perkembangan biofuel yang ditandai dengan pendirian plantation kedua untuk biofuel dengan kapasitas dua kali lipat dari kapasitas plantation saat ini. Tantangan yang dihadapi adalah perkembangan green energy menggunakan teknologi terbaru sehingga dibutuhkan spesialis di bidangnya (orang yang paham penggunaan peralatan tsb). Oleh karena itu Brazil memandang perlunya program lisensi teknologi untuk bertukar pengetahuan dan menghasilkan spesialis di bidangnya. 

Perwakilan dari Amerika Serikat  menyatakan bahwa etanol dapat menjadi bahan baku untuk bahan bakar minyak yang murah. Dalam hal ini Amerika Serikat menilai pentingnya memandang pengembangan biofuel sebagai safety net penggunaan energi dan bukan sebagai kompetisi antar negara. Hal ini dikarenakan saat ini tren penggunaan energi terbarukan akan memancing tiap negara untuk berinovasi dan berkontribusi dalam pembuatan produk biofuel. Hal ini dipandang sebagai motivasi yang baik, namun di sisi lain diperlukan juga kesepahaman bahwa pengembangan energi terbarukan ini adalah bertujuan sebagai alternatif energi fosil sekaligus usaha bersama untuk mencapai target bebas emisi, dan bukan sebagai ajang persaingan industri. 

Pada bagian pertama dari workshop ini Indonesia menyatakan kesiapan dan kesanggupannya untuk turut serta mengembangkan dan menggunakan biofuel. Hal ini dibuktikan dari sumbangsih Indonesia dalam mengolah biodiesel dan melakukan ekspor bahan bakar ini ke negara lain. Perwakilan Indonesia juga menyatakan bahwa Indonesia akan melakukan ekspansi tidak hanya pada industry biodiesel tetapi juga keseluruhan biofield. Konklusi akhir dari bagian pertama webinar ini adalah tentang tantangan pengembangan biofuel yaitu ketersediaan stok bahan baku, keterbukaan perdagangan, dukungan dan kejelasan regulasi dari pemerintah, dan tantangan secara ekonomi (permintaan pasar).

Pada bagian kedua dari webinar, moderatornya adalah Mr. Renato (Kepala Divisi Pengembangan Energi, Kementerian Luar Negeri Brazil). Pada bagian ini, para panelis menjelaskan implementasi terbaik yang telah dilakukan masing-masing negara perwakilan dan analisis dari pemanfaatan biofuel dalam ekonomi hijau. Mr. Frederick Maria Grati memfokuskan pada pentingnya kolaborasi dan sinergi antar negara, perlunya perubahan nilai yang dianut serta sertifikasi di bidang biofuel. Ms. Lindsay yang perusahaannya telah melakukan industri di bidang biofuel menyatakan bahwa fokus yang diutamakan adalah membantu petani dalam proses produksi bahan baku agar dalam prosesnya juga bebas emisi. Selain itu dibutuhkan kemampuan manajemen lahan yang lebih baik dan pembangunan fasilitas untuk menjamin ketersediaan bahan pangan. Dengan adanya penghitungan karbon yang dihasilkan dalam proses penyediaan bahan baku maka akuntabilitas dalam proses pengembangan biofuel terwujud, sehingga nanti dapat diwujudkan zero emisi sejak dari awal proses produksi. Ms. Lindsay juga menyatakan pentingnya pembuatan regulasi yang berdasarkan ilmu pengetahuan (science based policy)  dan pendirian komunitas untuk industri hijau ini. 

Mr. Farai menyatakan bahwa Afrika Selatan berhasil mengembangkan industri biofuel dengan dukungan pemerintah yang berdampak positif dalam mengatasi masalah kemiskinan dan penyediaan lapangan pekerjaan. Industri biofuel dapat memberi kesempatan kerja untuk petani, pekerja dan karyawan bagian supply chain (distribusi). Oleh karena itu, Afrika Selatan berpendapat bahwa perkembangan industri ini perlu didukung. Selain itu, Mr. Farai menekankan tentang perlunya pertimbangan dan regulasi terkait pembangunan plantation yang selama ini ada di area hutan. Hal ini dikarenakan, kawasan industri biofuel yang seringkali berada di hutan sangat rawan untuk terjadinya kebakaran. Sehubungan dengan itu, perwakilan dari APROBI Indonesia menyatakan bahwa perlu dibuat penyesuaian pada penguatan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan dan juga fokus pada keamanan lokasi industri biofuel ini.  Dalam hal ini peran pemerintah sebagai pembuat regulasi sangat diperlukan.

Konklusi dari bagian kedua ini adalah peningkatan energi biofuel yang berkelanjutan ini memiliki beberapa kata kunci, yaitu: sinergi semua stakeholders yang terdiri dari publik, pemerintah, akademisi, organisasi sosial, pengusaha, dll. Industri biofuel juga memiliki beberapa tantangan yaitu isu deforestasi, pengontrolan emisi karbon, manajemen manusia, refinery hijau, kesenjangan penggunaan dan pengetahuan teknologi, serta pemenuhan suplai bahan baku dan pangan. Oleh karena itulah, diharapkan adanya perkembangan signifikan dalam industri hijau dalam hal keamanan, ketersediaan, dan keterjangkauan harga. Lebih lanjut, tema industri hijau ini akan tetap menjadi isu penting dalam berbagai forum internasional mendatang.